Tuesday, May 5, 2009

Perjuangan seorang ibu

Oleh: Wu Zhen Zhen

Siapakah perempuan yang mampu berperan sebagai dokter, sekaligus koki, ahli nutrisi, merangkap guru bagi orang-orang tertentu? Siapa pula yang bersedia melakukan semua peran itu nyaris tanpa pernah meminta honor? Sosok macam itulah yang hadir hampir di setiap keluarga, walau ia kadang tidak berada di sisi kita selamanya. Namun, kasihnya akan selalu menyertai langkah kita semua. Dari ia jugalah kita dilahirkan dan dibesarkan dengan segenap cinta. Beliau adalah tak lain seorang IBU.


Menjadi seorang ibu adalah pekerjaan yang mulia.
Ibu bagaikan dokter yang terhormat di dunia.
Beliau adalah dokter pribadi yang merawat pasiennya tanpa kenal lelah dan tanpa bayaran. Kesembuhan pasien adalah bayaran tertinggi yang ia peroleh. Lain halnya ketika kita ke RS, tanpa uang DP mana mungkin kita bisa diterima dengan lapang dada. Bahkan tidak sedikit orang yang terpaksa menahan sakit karenanya. Selain itu kejadian-kejadian malapraktek juga sering terjadi karena kelalaian dan ribuan alasan lainnya. Sedih rasanya setiap melihat, mendengar atau membaca tentang ketidakadilan ini.

Ibu adalah guru sepanjang hayat, beliau mengajarkan kita muridnya semua norma kehidupan. Tidak lupa kita dibekali dengan keterampilan dasar seperti menyapu, mencuci, dll. Semenjak kita dilahirkan, ibu mengajarkan kita akan artinya kasih sayang dengan mencium bayinya. Ibu mengajarkan tentang hal yang baik dan buruk. Ketika kita kecil, beliau mengajarkan kita cara menulis, membaca, dan berhitung. Tidak pernah bosan beliau menurunkan ilmunya hingga kita mengerti. Sebagai guru beliau juga tidak pernah meminta bayaran. Tidak seperti sekolah anak zaman sekarang yang uang sekolahnya setinggi langit. Mereka kaum yang kurang mampu banyak yang terpaksa putus sekolah karenanya.

Ibu juga berperan sebagai ahli gizi dan koki untuk anak-anaknya. Setiap hari, ketika mata terbuka beliau telah memikirkan mau makan apa hari ini. Setelah menyiapkan sarapan, apalagi untuk makan siang, begitu seterusnya. Mari kita ingat lagi apa menu hari ini? Selalu ada lebih dari satu macam lauk tersedia di meja. Semua adalah untuk pemenuhan nutrisi kita. Tidak ada seorang ibu yang tega menyediakan nasi putih saja jika kondisi keuangan masih mencukupi. Bahkan dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, ada banyak sekali ibu yang merelakan bagian makanannya demi untuk mengisi perut anaknya yang kelaparan. Bagaimana dengan Ibu Pertiwi Kita? Apakah semua anak-anaknya telah tercukupi sandang pangannya?

Bayi yang kedinginan akan berhenti menangis dalam dekapan sang bunda. Ada kehangatan di sana. Ada kenyamanan dan cinta yang begitu besar yang dirasakan.

Ibu sejati tidak akan membiarkan anaknya kelaparan.
Ibu sejati akan selalu melindungi anaknya walau nyawa adalah taruhannya.
Kasih ibu tidak akan terlupakan sepanjang napas masih berhembus.

Cobalah kita renungkan bersama.

Apakah kita telah menjadi ibu yang baik bagi anak-anak kita?
Apa pun profesi (pekerjaan) kita, hendaklah kita menanamkan jiwa seorang ‘ibu’ di dalam menunaikan tugas. Janganlah kita lupa dari mana asal kita dan oleh siapa kita dibesarkan.

Harta dan kedudukan kita dalam masyarakat tidak sebanding dengan jiwa besar ‘ibu’. Di kala kita berada di atas, hendaklah kita memperhatikan anak-anak kita yang di bawah. Cukupilah sandang pangan mereka.

Apakah seorang ibu tega melihat anaknya dalam penderitaan sementara ia berdandan dan berpesta-pora bersama ‘ibu-ibu’ yang lain?

Renungkanlah ini.
Apakah Anda ingin menjadi ‘ibu’ yang sukses atau ‘ibu’ yang gagal? Apakah ‘ibu’ yang dicintai atau sebaliknya?
Mulailah Anda menanamkan hati ‘ibu’ ini untuk pencapaian terbaik. Karena, saya yakin bahwa kita semua adalah sama.

Terakhir, ingatlah kepada siapa ‘ibu’ mempertanggungjawabkan semua perbuatanya. Dan sebagai anak, sampai di mana tanggung jawab kita terhadap ibu?
Apakah keduanya telah kita laksanakan?

Salam ‘Pembelajar’. Sukses Selalu.[wzz]

No comments: